Wednesday, April 24, 2013

Permasalahan dan upaya penanganan penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah


BAB I
PENDAHULUAN


Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan.Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.Yang dimaksud dengan masalah remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya.Pemahaman penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami oleh setiap remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri.
Setiap individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.









BAB II
PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN
PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH

A.    Masalah Dalam Proses Penyesuaian Diri
       Pada dasarnya penyesuaian diri remaja sebagai peserta didik dijenjang sekolah menengah mempunyai kekhususan tertentu yang berbeda dari fase perkembangan sebelumnya, hal ini diakibatkan oleh adanya cirri khas perkembangan remaja yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, psikologis, social dan moral, sesuai dengan prinsip perkembangan yang diwarnai dengan adanya perbedaan individual dalam berbagai aspek kepribadiannya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan individu sangat bervariasi seperti pola asuh dalam keluarga, latar belakang budaya, karakter, temperamen dan sebagainya yang kesemuanya dapat muncul dalam manifestasi penyesuaian diri yang berbeda.
        Adapun karakteristik penyesuaian diri remaja dapat meliputi :

1)         Penyesuaian diri terhadap peran identitas remaja
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada aspek fisik maupun psikis remaja sering mengalami krisis identitas diri. Remaja dihadapkan pada fakta bahwa dirinya bukan lagi anak-anak tetapi juga belum sepenuhnya dewasa, posisi ini mengakibatkan ia berjuang untuk mendapatkan pengakuan dalam hal peran dan identitas.

2)      Penyesuaian diri remaja terhadap kegiatan belajar
Dalam hal ini remaja dituntut oleh kewajiban belajar melalui pendidikan formal. Dalam kenyataannya dalam menempuh proses pendidikan disekolah dihadapkan oleh berbagai situasi dan kondisi yang dapat mengganggu kelancaran proses belajarnya, seperti cara guru mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana belajar, ketidak sukaan terhadap bidang studi dan sebagainya, yang menuntut kemampuan penyesuaian diri remaja secara positif dan sehat



3)      Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seksual
Kematangan fungsi seksual remaja mengakibatkan adanya perkembangan dorongan seksual yang makin meningkat. Secara biologis membutuhkan penyaluran dorongan naluriah. Hal ini berarti bahwa remaja dituntut untuk menyesuaikan penyaluran dorongan seksualnya dalam batas-batas yang diterima oleh lingkungan dan masyarakat, sehingga diharapkan terbebas dari kecemasan psikoseksual. Misalnya dapat dilakukan melalui kegiatan olah raga, kesenian, mengikuti pembinaan moral, dsb.


4)      Penyesuaian diri remaja terhadap norma-norma sosial
Masyarakat dalam kehidupannya mempunyai ukuran yang dijadikan sebagai standar baik / buruk, benar / salah terhadap prilaku anggotanya yang berupa nilai-nilai, norma hokum dan istiadat. Dalam penyesuaian dirinya terhadap norma sosial mengarah pada dua dimensi yaitu pada satu dimensi remaja ingin diakui, oleh karenanya ia harus mengidentifikasikan dan menginternalisasikan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat dan pada dimensi kedua, ada kecendrungan remaja ingin bebas menciptakan system nilai sendiri yang dianggap cocok dengan dinamika kehidupannya.

5)      Penyesuaian remaja terhadap penggunaan waktu luang, waktu luang,
Bagi remaja merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Ada kecendrunga kebutuhan remaja dipenuhi dalam betuk kebebasan melakukan berbagai aktivitas yang disukai tanpa mempertimbangkan kemanfaatan dan pada sisi lain tidak dapat lepas dari berbagai tanggung jawab sosial dan pribadi. Adanya perbedaan kepentingan ini akan mewarnaia cirri penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang.

6)      Penyesuaian diri terhadap frustasi konflik dan kecemasan
Tidak semua kebutuhan dan keinginan remaja dapat terpenuhi akibatnya reaksi yang muncul adalah frustasi, konflik dan kecemasan. Strategi yang digunakan remaja untuk meredam gejala tersebut adalah mekanisme pertahanan ego, kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi ataupun isolasi. Cara – cara tersebut cenderung bersifat negative bagi perkembangan psikologis remaja karena akan membentuk kepribadian yang tidak sehat,
B.     Masalah Penyesuaian Diri Disekolah

           Berdasarkan karakteristik penyesuaian diri remaja dan berbagai sifat komplektisitas kehidupan disekolah, ada beberapa masalah umum yang sering timbul dalam proses penyesuaian diri remaja disekolah, antara lain yaitu :

1)      Masalah pemilihan program studi,
      Disekolah lanjutan atas pemilihan program studi sering tergantung pada kehendak orang tua pada satu pihak dan keputusan sekolah pada pihak lain tanpa mempertimbangkan kemampuan, bakatdan minat siswa. Hal ini membuat siswa tidak mempersiapkan diri untuk suatu program studi, akibatnya banyak siswa yang merasa tidak mampu menyesuaikan diri dengan jurusan program studinya karena tidak ada kecocokan akibatnya akan timbul melemahnya motivasi belajar, prestasi belajar yang buruk bahkan akan menyebabkan kegagalan karena tidak naik kelas

2)      Masalah menemukan cara kebiasaan belajar yang baik,
      Saratnya muatan kurikulum disekolah tidak jarang memberatkan siswa dalam mengejar target yang telah digariskan oleh guru / sekolah yang merupakan keharusan dalam mengantisipasi dan mengakomodasi kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kelebihan dan keterbatasannya siswa dituntut untuk menyesuaikan diri. Padahal tidak semua siswa mempunyai kapasitas bakat dan intelektual yang sama, akibatnya banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar yang dapat dilihat dari rendahnya evaluasi belajar pada tingkat sekolah maupun tingkat nasional.

3)      Masalah penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama teman,
      Beraneka ragam kepribadian siswa disekolah akan terlihat pada pola dan corak prilaku mereka, hal ini menuntut kemampuan penyesuaian yang tinggi dari seorang siswa. Sikap mengerti / memahami teman, dan toleransi merupakan sesuatu yang sangat diperlukan, permasalahannya adalah bahwa siswa sekolah menengah masih dalam taraf belajar untuk bersikap demikian, mereka masih terbawa sifat egois, emosi yang belum stabil, masih ingin diperhatikan,dsb. Hal ini sering menimbulkan kesalah pahaman sehingga sering terjadi perkelahian antar pelajar yang bersumber pada solideritas yang membabi buta, fanatisme terhadap sekolah yang terlalu kuat serta penilaian harga diri yang berlebihan.

4)      Masalah penyesuaian terhadap hubungan dengan guru,
      Memasuki sekolah menengah akan berhadapan dengan kenyataan bahwa untuk menempuh sejumlah bidang studi ia harus berhadapan dengan sejumlah karakter kepribadian guru yang tidak sama. Hal ini mengharuskan siswa untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri dengan tuntutan, harapan, dan corak kepribadian guru disekolah. Apabila tidak mampu akan menimbulkan sumber konflik hubungan guru – siswa yang akan merugikan kepentingan siswa, siswa akan benci. Kepada gurunya yang akan berpengaruh terhadap minat dari bidang studi yang diajarkannya.


C.        KARAKTERISTIK MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Adapun bagi orangtua yang memiliki anak berusia remaja, mereka merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya sering tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianngap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengategorian remaja. Hal ini karena usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18), kini terjadi pada awal belasan, bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami purbetas, namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa meskipun di saat yang sama, ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti.Untuk memahami remaja, perlu dilihat berdasarkan dimensi-dimensi tersebut.
1.      Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri maupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis, dia mengalami perubahan yang sangat besar.Pubertas menjadikan seseorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.

2.      Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terrakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
3.      Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode saat seseorang mulai banyak bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
4.      Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak.Pada masa ini, mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Real Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar bisaa” ke “sedih luar bisaa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk melakukan hal yang sama.







D. BEBERAPA MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
1.      Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas masa remaja dan dewasa nanti. Sampai sekarang masih terdapat perbedaan dalam menentukan usia anak. Menurut UU No.20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dikatakan bahwa usia anak adalah sebelum usia 18 thun dan belum menikah. American Academic of Pediabic tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak, yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya.
Usia anaksekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan yang sudah lengkap. Anak usia sekolah, baik tingkat prasekolah, sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari.Semua itu meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan gangguan belajar.

a). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, dan ukuran dan dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Adapun perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu.Kedua kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan sangat mempengaruhi setiap anak.

b). Jasmani
          Adanya  perubahan   jasmani yang   mendadak dan     cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.

c). Jiwa
          Perkembangan  kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin  logis, dan  kritis,  fantasi  makin  kuat sehingga  seringkali  terjadi  konflik  sendiri,   penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.


d). Rohani
          Kehidupan  agamanya  berada dalam persimpangan jalan, ada  perasaan   tidak aman  karena  terjadi   perubahan fisik,  emosi, dan  juga berpengaruh  pada  imannya sehingga  kadang-kadang   kekuasaan  tradisi  kepercayaan  dianggap  mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).

e). Sosial
Pengaruh   yang  besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan  kehidupan bersama, suka  berkelompok  dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.


2.      Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Secara epidermis, di Indonesia, penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah masih tinggi.Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pencernaan akut, serta reaksi simpangan terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan pangan. Selain itu, risiko gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungan dari berbagai proses kegiatan pembangunan yang semakin meningkat, seperti semakin meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas buang sarana transportasi, kebisingan, limbah industri dan rumah tangga, serta bencana. Selain lingkungan, masalah yang harus diperhatikan adalah bentuk perilaku sehat pada anak sekolah.
Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD biasanya berkaitan dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU (Remaja), masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko, seperti merokok, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan NAPZA(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tidak diingini, abortus yang tidak aman, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Permasalahan yang lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak. Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak usia sekolah, diantaranya adalah penyakit menular, penyakit noninfeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perilaku.
a)      Penyakit menular pada anak sekolah
Penyakit yang cukup mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling memungkinkan sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak usia sekolah. Infeksi menular yang dapat menular di lingkungan sekolah adalah: demam berdarah dengue, infeksi tangan mulut, campak, rubela (campak jerman), cacar air, gondong dan infeksi mata (konjungtivitas virus).
b)      Penyakit noninfeksi
Penyakit noninfeksi ini tidak bisa menular tapi sangat membahayakan bagi anak yang terjangkit, anak yang terjangkit penyakit noninfeksi akan berakibat juga pada pertumbuahan anak sekolah. Penyakit noninfeksi ini meliputi: Alergi, infeksi parasit cacing, dan gangguan pertumbuhan.
c)     Gangguan perkembangan dan perilaku anak sekolah
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sangatlah luas dan bervaiasi. Gangguan yang dapat terjadi pada anak sekolah  adalah   gangguan   belajar, konsentrasi, bicara, emosi, hiperaktif, ADHD, hingga autism.
d)      Imunisasi Usia Sekolah
Menurut Program Pengembangan Imunisasi yang direkomendasikan Departemen Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Imunisasi wajib yang harus diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk anak kelas 1 SD, DT dan Tf untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak 16 tahun dan imunisasi campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan imunisasi MMR. Bila sebelum usia sekolah belum melakukan imunisasi, program imunisasi yang dilakukan adalah MMR dan cacar air.

3.      Upaya Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah
Untuk peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkuasa, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis; untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia, tetapi dilaksanakan diseluruh dunia.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep Sekolah Sehat atau Health Promoting School (Sekolah yang mempromosikan kesehatan).
4.      Kesehatan Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda.Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya, dan belum menikah. Kurun usia remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan antara anak-anak dan masa remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri, memantapkan posisi dalam masyarakat tersebut, dan sebagainya) maupun oleh pertumbhan fisik (perkembangan tanda-tanda seksual sekunder, pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional, dan sebaginya.) dan perubahan emosi (lebih peka, lebih cepat marah, agresif, dan sebagainya), serta perkembangan intelegasinya (makin tajam bernalar, makin kritis, dan sebagainya.)
Dengan panjangnya akil balig pertama sampai kematangan sosial yang diharapkan, akan menimbulkan peluang lebih besar bagi hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya: kehamilan tanpa rencana, kawin muda, aborsi, dikeluarkan dari sekolah, anak luar nikah dan penyakit menular seksual, termasuk AIDS. Hal ini didorong oleh penyebaran pornografi dan rangsangan seksual lainnya sehubungan makin canggihnya teknologi media dan komunikasi massa.
Cara-cara yang dapat diambil untuk mengurangi seks bebas adalah agama, dan pendidikan seks. Apabila para remaja mengenal pendidikan agama dan mempunyai iman yang kuat, agama akan dapat menjadi benteng dari perbuatan-perbuatan maksiat. Cara lainnya adalah dengan memberikan pendidikan seks, pendidikan seks bukan hanya penerangan tentang seks, tetapi mengandung makna nilai-nilai (baik-buruk, benar-salah).

a) Masalah Remaja dan Rokok
Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP, maka sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah merokok secara diam-diam.


b)      Bahaya rokok
Rokok sangat merugikan bagi kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker.

c)      Tipe-tipe perokok
Seseorang dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31 batang rokok setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi.Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat type tersebut adalah:
-          Type perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
-          Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
-          Perilaku merokok yang adiktif.
-          Perilaku merokok yang sudah menjadi kebisaaan.

d)      Penyebab remaja merokok
-          Pengaruh orang Tua
-          Pengaruh teman
-          Faktor kepribadian
-          Pengaruh iklan

e)      Upaya pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa, atau kebisaaan keluarga atau orang tua.




5)      Perkelahian Pelajar
Perkelahian atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi diantara pelajar.Bahkan, bukan “hanya” antarpelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus.Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.

a)      Dampak perkelahian pelajar
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini sangat merugikan banyak pihak.Paling tidak ada 4 dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif apabila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin yang dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
b)      Pandangan umum terhadap perkelahian pelajar
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, atau dari keluarga dengan ekonomi rendah.Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 diantaranya adalah sekolah menengah umum.Begitu juga ekonominya, sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.


c)      Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam   individu (sering   disebut kepribadian,   walaupun  tidak selalu tepat)  dan  kondisi eksternal.
-          Faktor Internal
Remaja yang terlibat perkelahian bisaanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks.Kompleks disini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsangan dari lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan banyak.
-          Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak.Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar apabila dia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu melindungi anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik.

-          Faktor sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan diluar sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu, masalah pendidikan, dan guru jelas memainkan peranan yang penting.
-          Faktor lingkungan
Lingkungan diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja, juga membawa dampak terhadap munclnya perkelahian.Misalnya dilingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan.

-          Faktor penyebab perilaku agresif
Faktor-faktor yang dapat menjadi pemicu perilaku agresif tersebut antara lain:
-          Amarah
-          Faktor biologis
-          Kesenjangan
-          Generasi
-          Lingkungan
-           Frustasi

E.     Upaya Penanganan Masalah Penyesuaian Diri Remaja,
Siswa usia sekolah menengah yang berada pada masa perkembangan remaja, tidak semua mampu melakukan penyesuaian diri secara positif terhadap lingkungannya sehingga akan muncul gejala – gejala prilaku salah suai / maladjusted. Prilaku salah suai yang dilakukan sebagai kenakalan remaja dapat dilihat berupa gejala – gejala yang dilakukan dari taraf yang paling ringan sampai kepada taraf yang paling berat dan melawan perbuatan hukum seperti ; berbohong memutar balikan fakta untuk tujuan menipu atau menutupi kesalahan, membolos, membawa buku – buku porno, menghisap obat – obatan terlarang, menyontek pada saat ulangan, menentang guru dan sebagainya.
Prilaku salah suai pada remaja akan berakibat negatif bagi perkembangan pribadinya maupun masyarakat. Remaja yang berprilaku salah suai muncul sebagai akibat ketidak mampuan siswa dalam melakukan penyesuaian diri secara positif terhadap lingkungan, gejala ini akan terlihat pada prilaku remaja yang tidak pernah matang / terlambat dalam cara berpikir dan bertindak sehingga cenderung kekanak – kanakan. Sedangkan akibat negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat adalah ketidak tertiban dan ketidak amanan situasi yang diakibatkan dari prilaku salah suai tersebut. Dari lingkungan sekolah akibat negatif yang muncul dari prilaku salah suai adalah terganggunya proses belajar mengajar dalam kelas yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tjuan belajar.
Untuk menanggulangi masalah – masalah yang timbul dari prilaku salah suai, dapat ditempuh melalui tindakan preventif, refresif, kuratif dan rehabilitasi.
1)      Tindakan preventif,
Pendekatan ini dilakukan melaui upaya mencegah timbulnya prilaku salah suai. Upaya pencegahan secara umum meliputi :

a.       Upaya mengenal cirri umum dan cirri khas perkembangan remaja
b.      Mengetahui dan memahami jenis kesulitan yang dialami remaja.
c.       Upaya pembinaan yang mencakup; menguatkan sikap mental remaja agar mampu mengatasi semua persoalan yang dihadapinya, memberikan pembinaan mental melalui pendidikan mental melalui pendidikan agama, budi pekerti dan etika
d.      Menyelesaikan sarana tempat remaja mengaktualisasikan bakat dan potensinya serta menyalurkan pemenuhan kebutuhan untuk membantu perkembangan kepribadian yang optimal
e.       Upaya memperbaiki lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga dan masyarakat
Dengan upaya pembinaan yang terarah, diharapkan remaja akan mampu mengembangkan diri dengan baik sehingga akan dicapai keseimbangan diri yang ditandai oleh adanya keseimbangan antara aspek rasio dan emosi. Upaya pencegahan yang bersifat khusus dilakukan dalam bentuk pendidikan mental yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah, para guru dan konselor.
Layanan bimbingan konseling diharapkan dapat membantu siswa agar mampu mempunyai pengetahuan diri, pemahaman diri, penerimaan diri dan penyesuaian diri.

2)      Tindakan refresif,
Adalah tindakan yang berupa pemberian sanksi dan hukuman apabila prilaku salah suai telah melampaui batas toleransi norma dan moral. Disekolah pihak yang paling berwenang dalam pemberian hukuman adalah kepala sekolah dan guru apabila berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pada umumnya tindakan refresif diberikan dalam bentuk peringatan secara lisan maupun tertulis kepada siswa / orangtua, untuk melakukan pengawasan secara khusus yang dilakukan kepala sekolah, team guru dan konselor melalui hukuman skorsing sampai pada tingkat dikeluarkan dari sekolah.
3)      Tindakan kuratif dan rehabilitasi,
Adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya pengatasan melalui cara re-edukasi terhadap prilaku salah suai dalam taraf yang berat dengan bekerja sama dan melibatkan lembaga ahli dibidang psikologi dan psikiatri.

F.   PENANGANAN MASALAH REMAJA DENGAN CARA MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Sebagian individu mereduksi perasaan, kecemasan,stress, ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Freud sebagai berikut: Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptabla impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu memersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah mekanisme bukan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik.Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit.Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang mengalami pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kearah kedewasaan. Mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa orang yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikionalistis lainnya.



1.     Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan.Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.

2.      Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan untuk menjaga agar impuls-impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi, tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas. Ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).

3.      Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara supresi atau represi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini, individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan.

4.     Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
5.     Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak.Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda.Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).

6.      Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap.Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun.Bisaanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.

7.     Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.

8.      Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri.Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.

9.     Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.

10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat di terima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwaSetiap individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Faktor-faktor yang dapat menadi pemicu perilaku agresif tersebut antara lain:
1.      Amarah
2.      Faktor biologis
3.      Kesenjangan
4.      Generasi
5.      Lingkungan
6.      Peran belajar model kekerasan
7.      Frustasi
8.      Proses kedisiplinan yang keliru











Daftar Pustaka

 

 Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka SetiaBandung.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/permasalahan-penyesuaian-diri-dan-upaya.htmlTirtarahardja, U. (2008). Pengantar Pendidikan ( Edisi Revisi).
Sulistianingsih.    2012.     Bimbingan  Dan  Perkembangan  Peserta Didik.  Jakarta:  STKIP Kusuma Negara





Admin post by : Mr.Y 


Comments
2 Comments

2 comments: