BAB I
PENDAHULUAN
Remaja adalah masa yang penuh dengan
permasalahan.Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal
abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.Pendapat Stanley Hall
pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm
and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.Yang dimaksud dengan
masalah remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan
dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.Pemahaman penyesuaian diri pada remaja sangat penting dipahami
oleh setiap remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri.
Setiap individu mengalami perubahan
baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
BAB II
PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN
PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK USIA
SEKOLAH MENENGAH
A.
Masalah Dalam Proses Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri remaja
sebagai peserta didik dijenjang sekolah menengah mempunyai kekhususan tertentu
yang berbeda dari fase perkembangan sebelumnya, hal ini diakibatkan oleh adanya
cirri khas perkembangan remaja yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik,
psikologis, social dan moral, sesuai dengan prinsip perkembangan yang diwarnai
dengan adanya perbedaan individual dalam berbagai aspek kepribadiannya. Faktor
yang mempengaruhi perbedaan individu sangat bervariasi seperti pola asuh dalam
keluarga, latar belakang budaya, karakter, temperamen dan sebagainya yang
kesemuanya dapat muncul dalam manifestasi penyesuaian diri yang berbeda.
Adapun karakteristik penyesuaian diri
remaja dapat meliputi :
1)
Penyesuaian
diri terhadap peran identitas remaja
Sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada aspek fisik maupun psikis
remaja sering mengalami krisis identitas diri. Remaja dihadapkan pada fakta
bahwa dirinya bukan lagi anak-anak tetapi juga belum sepenuhnya dewasa, posisi
ini mengakibatkan ia berjuang untuk mendapatkan pengakuan dalam hal peran dan
identitas.
2)
Penyesuaian diri remaja terhadap kegiatan belajar
Dalam
hal ini remaja dituntut oleh kewajiban belajar melalui pendidikan formal. Dalam
kenyataannya dalam menempuh proses pendidikan disekolah dihadapkan oleh
berbagai situasi dan kondisi yang dapat mengganggu kelancaran proses
belajarnya, seperti cara guru mengajar, keterbatasan sarana dan prasarana
belajar, ketidak sukaan terhadap bidang studi dan sebagainya, yang menuntut
kemampuan penyesuaian diri remaja secara positif dan sehat
3)
Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seksual
Kematangan
fungsi seksual remaja mengakibatkan adanya perkembangan dorongan seksual yang
makin meningkat. Secara biologis membutuhkan penyaluran dorongan naluriah. Hal
ini berarti bahwa remaja dituntut untuk menyesuaikan penyaluran dorongan
seksualnya dalam batas-batas yang diterima oleh lingkungan dan masyarakat,
sehingga diharapkan terbebas dari kecemasan psikoseksual. Misalnya dapat
dilakukan melalui kegiatan olah raga, kesenian, mengikuti pembinaan moral, dsb.
4)
Penyesuaian diri remaja terhadap norma-norma sosial
Masyarakat
dalam kehidupannya mempunyai ukuran yang dijadikan sebagai standar baik /
buruk, benar / salah terhadap prilaku anggotanya yang berupa nilai-nilai, norma
hokum dan istiadat. Dalam penyesuaian dirinya terhadap norma sosial mengarah
pada dua dimensi yaitu pada satu dimensi remaja ingin diakui, oleh karenanya ia
harus mengidentifikasikan dan menginternalisasikan sistem nilai yang berlaku
dimasyarakat dan pada dimensi kedua, ada kecendrungan remaja ingin bebas
menciptakan system nilai sendiri yang dianggap cocok dengan dinamika
kehidupannya.
5)
Penyesuaian remaja terhadap penggunaan waktu luang,
waktu luang,
Bagi
remaja merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Ada
kecendrunga kebutuhan remaja dipenuhi dalam betuk kebebasan melakukan berbagai
aktivitas yang disukai tanpa mempertimbangkan kemanfaatan dan pada sisi lain
tidak dapat lepas dari berbagai tanggung jawab sosial dan pribadi. Adanya
perbedaan kepentingan ini akan mewarnaia cirri penyesuaian diri remaja terhadap
penggunaan waktu luang.
6)
Penyesuaian diri terhadap frustasi konflik dan
kecemasan
Tidak
semua kebutuhan dan keinginan remaja dapat terpenuhi akibatnya reaksi yang muncul
adalah frustasi, konflik dan kecemasan. Strategi yang digunakan remaja untuk
meredam gejala tersebut adalah mekanisme pertahanan ego, kompensasi,
rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi ataupun isolasi. Cara
– cara tersebut cenderung bersifat negative bagi perkembangan psikologis remaja
karena akan membentuk kepribadian yang tidak sehat,
B.
Masalah Penyesuaian Diri Disekolah
Berdasarkan karakteristik
penyesuaian diri remaja dan berbagai sifat komplektisitas kehidupan disekolah,
ada beberapa masalah umum yang sering timbul dalam proses penyesuaian diri
remaja disekolah, antara lain yaitu :
1)
Masalah pemilihan program studi,
Disekolah lanjutan atas pemilihan program
studi sering tergantung pada kehendak orang tua pada satu pihak dan keputusan
sekolah pada pihak lain tanpa mempertimbangkan kemampuan, bakatdan minat siswa.
Hal ini membuat siswa tidak mempersiapkan diri untuk suatu program studi,
akibatnya banyak siswa yang merasa tidak mampu menyesuaikan diri dengan jurusan
program studinya karena tidak ada kecocokan akibatnya akan timbul melemahnya
motivasi belajar, prestasi belajar yang buruk bahkan akan menyebabkan kegagalan
karena tidak naik kelas
2)
Masalah menemukan cara kebiasaan belajar yang baik,
Saratnya muatan kurikulum disekolah tidak
jarang memberatkan siswa dalam mengejar target yang telah digariskan oleh guru
/ sekolah yang merupakan keharusan dalam mengantisipasi dan mengakomodasi
kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kelebihan dan keterbatasannya
siswa dituntut untuk menyesuaikan diri. Padahal tidak semua siswa mempunyai
kapasitas bakat dan intelektual yang sama, akibatnya banyak siswa yang
mengalami kesulitan belajar yang dapat dilihat dari rendahnya evaluasi belajar
pada tingkat sekolah maupun tingkat nasional.
3)
Masalah penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama
teman,
Beraneka ragam kepribadian siswa
disekolah akan terlihat pada pola dan corak prilaku mereka, hal ini menuntut
kemampuan penyesuaian yang tinggi dari seorang siswa. Sikap mengerti / memahami
teman, dan toleransi merupakan sesuatu yang sangat diperlukan, permasalahannya
adalah bahwa siswa sekolah menengah masih dalam taraf belajar untuk bersikap
demikian, mereka masih terbawa sifat egois, emosi yang belum stabil, masih
ingin diperhatikan,dsb. Hal ini sering menimbulkan kesalah pahaman sehingga
sering terjadi perkelahian antar pelajar yang bersumber pada solideritas yang
membabi buta, fanatisme terhadap sekolah yang terlalu kuat serta penilaian
harga diri yang berlebihan.
4)
Masalah penyesuaian terhadap hubungan dengan guru,
Memasuki sekolah menengah akan berhadapan
dengan kenyataan bahwa untuk menempuh sejumlah bidang studi ia harus berhadapan
dengan sejumlah karakter kepribadian guru yang tidak sama. Hal ini mengharuskan
siswa untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri dengan tuntutan, harapan,
dan corak kepribadian guru disekolah. Apabila tidak mampu akan menimbulkan
sumber konflik hubungan guru – siswa yang akan merugikan kepentingan siswa,
siswa akan benci. Kepada gurunya yang akan berpengaruh terhadap minat dari
bidang studi yang diajarkannya.
C.
KARAKTERISTIK MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH
(REMAJA)
Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan
melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup
mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan,
sebaik atau seburuk apapun saat itu. Adapun bagi orangtua yang memiliki anak
berusia remaja, mereka merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit.
Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak
orangtua yang tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan
ketat sebab di mata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantangan dunia
orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka
pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua.
Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum
menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia
yang batasan usia maupun peranannya sering tidak terlalu jelas. Pubertas yang
dahulu dianngap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai
patokan atau batasan untuk pengategorian remaja. Hal ini karena usia pubertas
yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18), kini terjadi pada awal
belasan, bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin
saja sudah (atau sedang) mengalami purbetas, namun tidak berarti ia sudah bisa
dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum
siap menghadapi dunia nyata orang dewasa meskipun di saat yang sama, ia juga
bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas
dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti.Untuk
memahami remaja, perlu dilihat berdasarkan dimensi-dimensi tersebut.
1. Dimensi
Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa
pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri maupun
perubahan suara pada remaja putra, secara biologis, dia mengalami perubahan
yang sangat besar.Pubertas menjadikan seseorang anak memiliki kemampuan untuk
bereproduksi.
2. Dimensi
Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam
pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode
terrakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of
formal operations).Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola
pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
3. Dimensi
Moral
Masa remaja adalah periode saat
seseorang mulai banyak bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi
di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
4. Dimensi
Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang
penuh gejolak.Pada masa ini, mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat
cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Real
Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk
berubah dari mood “senang luar bisaa” ke “sedih luar bisaa”, sementara orang
dewasa memerlukan beberapa jam untuk melakukan hal yang sama.
D.
BEBERAPA MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
1.
Permasalahan
Kesehatan Anak Usia Sekolah
Usia anak adalah periode yang sangat
menentukan kualitas masa remaja dan dewasa nanti. Sampai sekarang masih
terdapat perbedaan dalam menentukan usia anak. Menurut UU No.20 tahun 2002
tentang perlindungan anak dikatakan bahwa usia anak adalah sebelum usia 18 thun
dan belum menikah. American Academic of Pediabic tahun 1998 memberikan
rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak, yaitu mulai dari fetus (janin)
hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan
pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik
kesehatannya.
Usia anaksekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah,
remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan yang sudah
lengkap. Anak usia sekolah, baik tingkat prasekolah, sekolah dasar, Sekolah
Menengah Pertama, maupun Sekolah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat
berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak permasalahan kesehatan
yang sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari.Semua itu meliputi
kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan gangguan belajar.
a). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan
masalah perubahan dalam besar, jumlah, dan ukuran dan dimensi tingkat sel,
organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur
tulang, dan keseimbangan metabolik. Adapun perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan.
Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi organ individu.Kedua kondisi tersebut terjadi sangat
berkaitan dan sangat mempengaruhi setiap anak.
b). Jasmani
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
c). Jiwa
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis, dan kritis, fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis, dan kritis, fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
d). Rohani
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).
e).
Sosial
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.
2. Permasalahan
Kesehatan Anak Usia Sekolah
Secara
epidermis, di Indonesia, penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan
anak sekolah masih tinggi.Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare,
cacingan, infeksi saluran pencernaan akut, serta reaksi simpangan terhadap
makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan pangan. Selain itu, risiko
gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungan dari berbagai proses
kegiatan pembangunan yang semakin meningkat, seperti semakin meluasnya gangguan
akibat paparan asap, emisi gas buang sarana transportasi, kebisingan, limbah
industri dan rumah tangga, serta bencana. Selain lingkungan, masalah yang harus
diperhatikan adalah bentuk perilaku sehat pada anak sekolah.
Permasalahan
perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD biasanya berkaitan dengan
kebersihan perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar,
kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU
(Remaja), masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku
berisiko, seperti merokok, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan
NAPZA(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tidak
diingini, abortus yang tidak aman, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Permasalahan
yang lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan perkembangan
dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak
sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini,
gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak.
Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak usia sekolah,
diantaranya adalah penyakit menular, penyakit noninfeksi, gangguan pertumbuhan,
gangguan perkembangan dan perilaku.
a) Penyakit
menular pada anak sekolah
Penyakit yang cukup mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa
adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling
memungkinkan sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak usia sekolah.
Infeksi menular yang dapat menular di lingkungan sekolah adalah: demam berdarah
dengue, infeksi tangan mulut, campak, rubela (campak jerman), cacar air,
gondong dan infeksi mata (konjungtivitas virus).
b) Penyakit noninfeksi
Penyakit noninfeksi ini tidak bisa menular tapi sangat
membahayakan bagi anak yang terjangkit, anak yang terjangkit penyakit
noninfeksi akan berakibat juga pada pertumbuahan anak sekolah. Penyakit
noninfeksi ini meliputi: Alergi, infeksi parasit cacing, dan gangguan
pertumbuhan.
c) Gangguan perkembangan
dan perilaku anak sekolah
Gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak sangatlah luas dan bervaiasi. Gangguan yang
dapat terjadi pada anak sekolah adalah gangguan belajar, konsentrasi, bicara, emosi,
hiperaktif, ADHD, hingga autism.
d) Imunisasi Usia Sekolah
Menurut Program Pengembangan Imunisasi yang direkomendasikan
Departemen Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Imunisasi
wajib yang harus diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk
anak kelas 1 SD, DT dan Tf untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak 16
tahun dan imunisasi campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan imunisasi
MMR. Bila sebelum usia sekolah belum melakukan imunisasi, program imunisasi yang
dilakukan adalah MMR dan cacar air.
3. Upaya
Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah
Untuk
peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan
preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkuasa, Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis; untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.UKS bukan hanya dilaksanakan di
Indonesia, tetapi dilaksanakan diseluruh dunia.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah mencanangkan konsep Sekolah Sehat atau Health Promoting School (Sekolah
yang mempromosikan kesehatan).
4. Kesehatan
Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja
adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya
berbeda-beda.Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai
muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil,
kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya, dan belum menikah. Kurun usia
remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode
peralihan antara anak-anak dan masa remaja dalam mempersiapkan diri menuju
kedewasaan (mencari identitas diri, memantapkan posisi dalam masyarakat
tersebut, dan sebagainya) maupun oleh pertumbhan fisik (perkembangan
tanda-tanda seksual sekunder, pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional, dan
sebaginya.) dan perubahan emosi (lebih peka, lebih cepat marah, agresif, dan
sebagainya), serta perkembangan intelegasinya (makin tajam bernalar, makin
kritis, dan sebagainya.)
Dengan
panjangnya akil balig pertama sampai kematangan sosial yang diharapkan, akan
menimbulkan peluang lebih besar bagi hubungan seks pranikah dengan segala
akibatnya: kehamilan tanpa rencana, kawin muda, aborsi, dikeluarkan dari
sekolah, anak luar nikah dan penyakit menular seksual, termasuk AIDS. Hal ini
didorong oleh penyebaran pornografi dan rangsangan seksual lainnya sehubungan
makin canggihnya teknologi media dan komunikasi massa.
Cara-cara
yang dapat diambil untuk mengurangi seks bebas adalah agama, dan pendidikan
seks. Apabila para remaja mengenal pendidikan agama dan mempunyai iman yang
kuat, agama akan dapat menjadi benteng dari perbuatan-perbuatan maksiat. Cara
lainnya adalah dengan memberikan pendidikan seks, pendidikan seks bukan hanya
penerangan tentang seks, tetapi mengandung makna nilai-nilai (baik-buruk,
benar-salah).
a) Masalah Remaja dan Rokok
Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat
merokok, akan tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di
tolerir oleh masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok
yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP,
maka sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah merokok secara diam-diam.
b) Bahaya
rokok
Rokok sangat merugikan bagi
kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang tetap memilih untuk
menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat
memicu terjadinya kanker.
c) Tipe-tipe
perokok
Seseorang dapat dikatakan sebagai
perokok berat apabila mengkonsumsi 31 batang rokok setiap harinya dan selang
merokoknya 5 menit setelah bangun pagi.Perokok berat merokok sekitar 21-30
batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30
menit.Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60
menit setelah bangun pagi.Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang
dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al
Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect
theory, keempat type tersebut adalah:
- Type
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
- Perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
- Perilaku
merokok yang adiktif.
- Perilaku
merokok yang sudah menjadi kebisaaan.
d) Penyebab
remaja merokok
- Pengaruh
orang Tua
- Pengaruh teman
- Faktor
kepribadian
- Pengaruh
iklan
e) Upaya
pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk
menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan.
Dengan menumbuhkan motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok
akan membuat mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari
teman, media massa, atau kebisaaan keluarga atau orang tua.
5) Perkelahian
Pelajar
Perkelahian atau yang sering disebut
tawuran, sering terjadi diantara pelajar.Bahkan, bukan “hanya” antarpelajar
SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus.Ada yang mengatakan bahwa
berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
a) Dampak
perkelahian pelajar
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini
sangat merugikan banyak pihak.Paling tidak ada 4 dampak negatif dari
perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat
perkelahian jelas mengalami dampak negatif apabila mengalami cedera atau bahkan
tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya,
serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya
proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin yang dikhawatirkan para pendidik,
adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain.
b) Pandangan
umum terhadap perkelahian pelajar
Sering dituduhkan, pelajar yang
berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, atau dari keluarga dengan ekonomi
rendah.Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, Dari 275 sekolah yang sering
terlibat perkelahian, 77 diantaranya adalah sekolah menengah umum.Begitu juga
ekonominya, sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga yang
mampu secara ekonomi.
c) Tinjauan psikologi penyebab remaja
terlibat perkelahian
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupun tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupun tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.
- Faktor
Internal
Remaja yang terlibat perkelahian bisaanya kurang mampu melakukan
adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks.Kompleks disini berarti adanya
keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsangan dari
lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan banyak.
- Faktor
keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan
(entah antar orangtua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak.Anak, ketika
meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga
wajar apabila dia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu
melindungi anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja akan tumbuh sebagai
individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang
unik.
- Faktor
sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang
sebagai lembaga yang harus mendidik
siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas
mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya
untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak
relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum) akan menyebabkan
siswa lebih senang melakukan kegiatan diluar sekolah bersama teman-temannya.
Setelah itu, masalah pendidikan, dan guru jelas memainkan peranan yang penting.
- Faktor
lingkungan
Lingkungan diantara rumah dan
sekolah sehari-hari dialami remaja, juga membawa dampak terhadap munclnya
perkelahian.Misalnya dilingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota
lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).Begitu pula sarana
transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota
(bisa negara) yang penuh kekerasan.
- Faktor
penyebab perilaku agresif
Faktor-faktor yang dapat menjadi
pemicu perilaku agresif tersebut antara lain:
- Amarah
- Faktor
biologis
- Kesenjangan
- Generasi
- Lingkungan
-
Frustasi
E.
Upaya Penanganan Masalah Penyesuaian Diri Remaja,
Siswa usia sekolah menengah yang berada pada masa
perkembangan remaja, tidak semua mampu melakukan penyesuaian diri secara
positif terhadap lingkungannya sehingga akan muncul gejala – gejala prilaku
salah suai / maladjusted. Prilaku salah suai yang dilakukan sebagai kenakalan
remaja dapat dilihat berupa gejala – gejala yang dilakukan dari taraf yang
paling ringan sampai kepada taraf yang paling berat dan melawan perbuatan hukum
seperti ; berbohong memutar balikan fakta untuk tujuan menipu atau menutupi
kesalahan, membolos, membawa buku – buku porno, menghisap obat – obatan
terlarang, menyontek pada saat ulangan, menentang guru dan sebagainya.
Prilaku salah suai pada remaja akan berakibat
negatif bagi perkembangan pribadinya maupun masyarakat. Remaja yang berprilaku
salah suai muncul sebagai akibat ketidak mampuan siswa dalam melakukan
penyesuaian diri secara positif terhadap lingkungan, gejala ini akan terlihat
pada prilaku remaja yang tidak pernah matang / terlambat dalam cara berpikir
dan bertindak sehingga cenderung kekanak – kanakan. Sedangkan akibat negatif
yang ditimbulkan bagi masyarakat adalah ketidak tertiban dan ketidak amanan
situasi yang diakibatkan dari prilaku salah suai tersebut. Dari lingkungan
sekolah akibat negatif yang muncul dari prilaku salah suai adalah terganggunya
proses belajar mengajar dalam kelas yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan
pencapaian tjuan belajar.
Untuk menanggulangi masalah – masalah yang timbul
dari prilaku salah suai, dapat ditempuh melalui tindakan preventif, refresif,
kuratif dan rehabilitasi.
1)
Tindakan preventif,
Pendekatan
ini dilakukan melaui upaya mencegah timbulnya prilaku salah suai. Upaya
pencegahan secara umum meliputi :
a.
Upaya mengenal
cirri umum dan cirri khas perkembangan remaja
b.
Mengetahui dan
memahami jenis kesulitan yang dialami remaja.
c.
Upaya pembinaan
yang mencakup; menguatkan sikap mental remaja agar mampu mengatasi semua
persoalan yang dihadapinya, memberikan pembinaan mental melalui pendidikan
mental melalui pendidikan agama, budi pekerti dan etika
d.
Menyelesaikan
sarana tempat remaja mengaktualisasikan bakat dan potensinya serta menyalurkan
pemenuhan kebutuhan untuk membantu perkembangan kepribadian yang optimal
e.
Upaya memperbaiki
lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga dan masyarakat
Dengan upaya pembinaan yang
terarah, diharapkan remaja akan mampu mengembangkan diri dengan baik sehingga
akan dicapai keseimbangan diri yang ditandai oleh adanya keseimbangan antara
aspek rasio dan emosi. Upaya pencegahan yang bersifat khusus dilakukan dalam bentuk pendidikan mental yang menjadi
tanggung jawab kepala sekolah, para guru dan konselor.
Layanan bimbingan konseling
diharapkan dapat membantu siswa agar mampu mempunyai pengetahuan diri,
pemahaman diri, penerimaan diri dan penyesuaian diri.
2)
Tindakan refresif,
Adalah tindakan yang berupa
pemberian sanksi dan hukuman apabila prilaku salah suai telah melampaui batas
toleransi norma dan moral. Disekolah pihak yang paling berwenang dalam
pemberian hukuman adalah kepala sekolah dan guru apabila berkaitan dengan
proses belajar mengajar. Pada umumnya tindakan refresif diberikan dalam bentuk
peringatan secara lisan maupun tertulis kepada siswa / orangtua, untuk
melakukan pengawasan secara khusus yang dilakukan kepala sekolah, team guru dan
konselor melalui hukuman skorsing sampai pada tingkat dikeluarkan dari sekolah.
3)
Tindakan kuratif dan rehabilitasi,
Adalah tindakan yang dilakukan
sebagai upaya pengatasan melalui cara re-edukasi terhadap prilaku salah suai
dalam taraf yang berat dengan bekerja sama dan melibatkan lembaga ahli dibidang
psikologi dan psikiatri.
F. PENANGANAN MASALAH REMAJA DENGAN CARA MEKANISME PERTAHANAN
DIRI
Sebagian
individu mereduksi perasaan, kecemasan,stress, ataupun konflik dengan melakukan
mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Freud sebagai berikut: Such
defense mechanism are put into operation whenever anxiety signals a danger that
the original unacceptabla impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia
2002).Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism)
untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi yang melindungi si individu
dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya
strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah
cara individu memersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme
pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah
mekanisme bukan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan
mekanik.Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh
kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang
rumit.Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa terjadi dan
dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang mengalami
pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kearah kedewasaan. Mekanisme pertahanan
diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa orang yang
lain merupakan hasil pengembangan ahli psikionalistis lainnya.
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan.Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan.Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
2. Supresi
Supresi merupakan suatu proses
pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan untuk menjaga agar
impuls-impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan
perasaan itu secara pribadi, tetapi mengingkarinya secara umum). Individu
sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik
beratkan kepada tugas. Ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi),
tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan
(represi).
3. Reaction
Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan
pembentukan reaksi ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang
sesungguhnya (mungkin dengan cara supresi atau represi), dan menampilkan
ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini,
individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh
keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan.
4. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
5. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak.Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda.Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak.Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda.Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).
6. Menarik
diri
Reaksi ini merupakan respon yang
umum dalam mengambil sikap.Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak
mengambil tindakan apapun.Bisaanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap
apatis.
7. Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
8. Denial
(Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan,
dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya
sendiri.Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat di terima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat di terima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan
makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwaSetiap individu mengalami perubahan
baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Faktor-faktor yang dapat menadi
pemicu perilaku agresif tersebut antara lain:
1. Amarah
2. Faktor
biologis
3. Kesenjangan
4. Generasi
5. Lingkungan
6. Peran
belajar model kekerasan
7. Frustasi
8. Proses
kedisiplinan yang keliru
Daftar Pustaka
Fatimah,
Enung. 2006. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Pustaka SetiaBandung.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/permasalahan-penyesuaian-diri-dan-upaya.htmlTirtarahardja, U. (2008). Pengantar Pendidikan (
Edisi Revisi).
Sulistianingsih.
2012. Bimbingan Dan
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
STKIP Kusuma Negara
Admin post by : Mr.Y
alhamdulillah,, insyaallah membantu, syukron ya akhi,.,^^
ReplyDeleteMantap
ReplyDelete